Pada Selasa, 21 Januari 2025, pemilik pondok pesantren di Jakarta Timur dengan inisial CH (47) dan seorang guru ngaji dengan inisial MCN telah ditetapkan sebagai tersangka dalam kasus pencabulan terhadap santri laki-laki. Terungkap bahwa modus yang digunakan oleh kedua tersangka adalah sebagai bentuk pengobatan yang mengejutkan. CH, selaku pemilik pondok pesantren, memberikan alasan bahwa tindakan pencabulan dilakukan untuk tujuan penyembuhan. Menurut Kapolres Metro Jakarta Timur, Kombes Nicolas Ary Lilipaly, CH menggunakan alasan ini untuk meyakinkan korban dengan iming-iming uang dan keistimewaan sebagai imbalan atas permintaannya.
Dua santri laki-laki yang menjadi korban adalah MFR (17) dan RN (17), di mana aksi pencabulan dilakukan di ruang pribadi di pondok pesantren atau di rumah pribadi CH saat istrinya tengah mengajar. Modus operandi CH dimulai dengan meminta santri untuk memijatnya, kemudian berkembang menjadi aktivitas yang lebih cabul. Sebagai tambahan, tersangka MCN juga terlibat dalam kasus serupa dengan tiga korban lainnya yaitu ARD (18), IAM (17), dan YIA (15). Kedua tersangka telah ditetapkan sebagai tersangka dan ditahan oleh pihak kepolisian.
Kasus ini menyoroti bukan hanya kejahatan seksual dalam lingkungan pendidikan agama, tetapi juga mempertanyakan sistem pengawasan dan perlindungan anak di institusi pendidikan di Indonesia. Diharapkan pihak kepolisian dapat terus menyelidiki kasus ini untuk memastikan tidak adanya korban lain yang belum terungkap, serta memberikan keadilan kepada mereka yang telah menjadi korban. Kepedulian tetap diperlukan dalam memastikan lingkungan pendidikan aman dan terlindungi bagi setiap individu.