Ahli bedah saraf, Dr. dr. Julius July, Sp.BS, Ph.D, menjelaskan bahwa penggunaan robot dalam operasi saraf dapat diibaratkan seperti sistem navigasi pada pesawat. Menurutnya, bedah saraf membutuhkan presisi yang sangat tinggi, bahkan hanya dalam rentang milimeter. Hal ini dapat mencapai hingga 26 kali pembesaran di bawah mikroskop. Pada acara Neuroscience Summit 2025 di Shangri La Hotel, Jakarta Pusat, pada Sabtu, 20 September 2025, Julius menegaskan bahwa teknologi robot tidak bertujuan menggantikan peran dokter, tetapi sebagai alat bantu yang penting untuk meningkatkan keamanan operasi.
Tujuan utama penggunaan teknologi robotik dalam operasi saraf adalah untuk mengembalikan pasien ke rumah dalam kondisi yang utuh. Kesembuhan pasien menjadi fokus utama dari setiap tindakan bedah. Selain memberikan manfaat bagi pasien, teknologi ini juga membantu melindungi tenaga medis dengan mengurangi paparan radiasi selama operasi. Hal ini membantu menjaga kesehatan dokter yang melakukan tindakan bedah secara berulang setiap hari.
Julius berharap bahwa teknologi robotik ini dapat tersebar luas di berbagai rumah sakit di Indonesia. Dengan demikian, masyarakat tidak perlu lagi pergi ke luar negeri untuk mendapatkan perawatan yang biayanya lebih tinggi. Menurutnya, hasil dan kualitas pengobatan di Indonesia tidak kalah dengan negara lain. Teknologi robotik dalam bedah saraf memberikan manfaat bagi pasien dan tenaga medis, serta menciptakan lingkungan yang lebih aman dalam proses pengobatan.