Gelombang panas ekstrem saat ini melanda berbagai wilayah di dunia, mulai dari Timur Tengah hingga Eropa dan Asia. Suhu udara yang mengalami lonjakan signifikan telah mencatatkan rekor terpanas di beberapa daerah, menimbulkan kekhawatiran akan kesehatan dan kenyamanan masyarakat global. Selain gelombang panas, kekurangan air juga menjadi masalah tambahan yang semakin memperburuk situasi.
Di Iran, badai panas disertai krisis air membuat situasi semakin genting. Suhu udara di beberapa wilayah melampaui 50°C, sementara di ibu kota Tehran mencapai 40°C. Krisis air ini diperparah oleh kesalahan manajemen air dan penurunan curah hujan. Pemerintah Iran telah menetapkan hari libur nasional di Provinsi Tehran untuk mengurangi penggunaan listrik dan air.
Korea Selatan juga mengalami gelombang panas ekstrem, dengan peringatan dari Badan Meteorologi Korea (KMA). Di Seoul, suhu udara diprediksi akan tetap di atas 35 derajat Celsius selama lebih dari dua hari, menyebabkan peningkatan peringatan gelombang panas.
Sementara itu, Yunani juga bersiap menghadapi suhu ekstrem, dengan suhu udara diproyeksikan mencapai 43 derajat Celsius. Langkah-langkah telah diambil untuk melindungi masyarakat, terutama pekerja di luar ruangan. Di China, kenaikan suhu udara juga memecahkan rekor terpanas, mencapai 50 derajat Celsius. Hal ini meningkatkan permintaan listrik hingga mencapai level tertinggi dalam sejarah.
Dampak dari gelombang panas ekstrem tidak hanya berdampak pada suhu udara, tetapi juga meningkatkan kebutuhan listrik dan air. Situasi ini menuntut tindakan preventif dan penghematan sumber daya alam untuk mengatasi perubahan iklim yang semakin nyata.