Fyqieh Fachrur, seorang analis di Tokocrypto, mengingatkan bahwa sikap yang lebih dovish dari The Federal Reserve (the Fed) atau bank sentral Amerika Serikat (AS) dapat memicu permintaan untuk aset berisiko yang termasuk Bitcoin (BTC). Dia mencatat bahwa laporan data inflasi Personal Consumption Expenditures (PCE) AS yang akan datang bisa mengubah narasi pada Jumat malam, 28 Februari 2025.
Lebih lanjut, inflasi AS yang lebih rendah serta pendapatan dan pengeluaran pribadi yang lebih rendah dapat meningkatkan taruhan pada beberapa pemotongan suku bunga The Fed pada tahun 2025. Saat ini, Bitcoin diperdagangkan sekitar USD 79.539 setelah kehilangan level support penting di USD 80.313. Fyqieh menyatakan bahwa jika tekanan jual terus berlanjut, BTC kemungkinan akan menguji support berikutnya di USD 76.741, dan jika level ini gagal bertahan, harga bisa merosot lebih jauh ke USD 71.529.
Untuk membatalkan skenario bearish, Fyqieh menekankan bahwa Bitcoin perlu kembali melampaui kisaran USD 80.313 dan mencoba menembus kembali ke level USD 85.000. Dia juga menyatakan bahwa ada kemungkinan pasar akan memulai pemulihan yang lebih stabil menjelang pertengahan tahun 2025 jika hal ini terjadi. Meskipun pasar saat ini menunjukkan tren penurunan yang tajam, para analis masih melihat adanya peluang bagi pasar kripto untuk bangkit lebih kuat di masa mendatang.
Namun, kekhawatiran mengenai perang dagang, data ekonomi AS yang lebih kuat, sikap agresif dari The Fed, dan resistensi terhadap Cadangan Bitcoin Strategis AS (SBR) dapat membuat BTC terus melemah di bawah USD 80.000 dalam skenario bearish. Di sisi lain, dalam skenario bullish atau optimis, analisis Fyqieh mengindikasikan bahwa meredanya ketegangan perdagangan, inflasi AS yang lebih rendah, sinyal dovish dari The Fed, dan kemajuan SBR dapat mendorong harga Bitcoin menuju level resistensi kuat di USD 90.000. Keputusan investasi tetap berada di tangan pembaca, dan Liputan6.com tidak bertanggung jawab atas konsekuensi dari keputusan investasi tersebut.