Pada Rabu, 5 Juni 2024 – 22:07 WIB, Direktorat Reserse Narkoba (Ditresnarkoba) Polda Aceh berhasil mengungkap peredaran gelap narkotika jenis sabu-sabu dari jaringan internasional Thailand—Indonesia (Aceh) seberat 31 kg.
Kapolda Aceh, Irjen Achmad Kartiko menyatakan bahwa Provinsi Aceh memiliki garis pantai yang sangat panjang dan pegunungan yang luas. Hal ini memberikan tantangan besar bagi kepolisian dalam pemberantasan dan penegakan hukum terhadap pelaku narkotika baik jenis sabu maupun ganja.
Pengungkapan 31 kg sabu tersebut terjadi pada Selasa, 28 Mei, dimana Tim Opsnal Ditresnarkoba Polda Aceh mendapat informasi dari masyarakat tentang adanya transaksi narkotika di Peureulak Timur, Kabupaten Aceh Timur.
Tim Opsnal yang telah melakukan penyelidikan terhadap target selama 25 hari langsung melakukan aksi. Mereka berhasil menghentikan satu mobil yang dicurigai sesuai dengan informasi yang diterima.
“Mobil yang dicurigai dikejar dan dihentikan. Setelah digeledah, ditemukan satu tas ransel berisikan 11 bungkus sabu dalam kemasan teh China merk Guanyinwang. Dua tersangka dengan inisial MD alias Utoh (44) dan MM alias Panjang (28) yang berada dalam mobil tersebut langsung diamankan,” ujar Achmad Kartiko kepada wartawan pada Rabu, 5 Juni 2024.
Kedua tersangka tersebut merupakan kurir yang mengakui bahwa sabu itu berasal dari Thailand dan diperoleh dari FS. Tim Opsnal kemudian menuju rumah FS namun yang bersangkutan sudah melarikan diri. Setelah digeledah, di kandang sapi dekat rumah FS, ditemukan dua goni yang berisikan sabu berkemasan teh China merk Guanyinwang.
Saat ini, kedua tersangka beserta barang bukti berupa 31 kg sabu, dua unit handphone, dan satu mobil telah diamankan ke Polda Aceh untuk dilakukan proses hukum. Dengan pengungkapan ini, 248 ribu jiwa generasi muda dapat terselamatkan.
“Mereka akan dijerat dengan Pasal 114 Ayat (2) sub Pasal 112 Ayat (2) juncto Pasal 132 Undang-undang Nomor 35 Tahun 2009 tentang Narkotika, dengan ancaman hukuman pidana penjara paling lama 20 tahun atau penjara seumur hidup, atau hukuman mati,” kata Achmad Kartiko.