Perang antara Israel dan Hamas telah terjadi selama lebih dari tiga bulan, dan konflik ini masih terus berlanjut. Bahkan, konflik ini semakin meluas. Pada Sabtu (6/1/2024) kemarin, puluhan tembakan besar dilakukan dari Lebanon ke wilayah utara Israel. Kelompok bersenjata Lebanon, Hizbullah, menyatakan bahwa mereka menyerang pos penting Israel dengan 62 roket sebagai reaksi awal terhadap pembunuhan wakil ketua Hamas pada awal pekan tersebut.
Sementara itu, serangan Israel kepada Hamas di Gaza telah menewaskan 22.600 orang dan telah menghancurkan daerah padat penduduk yang ditinggali oleh 2,3 juta orang. Ketegangan semakin meningkat sejak pembunuhan wakil pemimpin Hamas di Lebanon, yang merupakan sekutu Hamas, oleh pesawat tak berawak.
Amerika Serikat dan Uni Eropa telah memulai upaya diplomatik untuk menghentikan dampak perang Gaza agar tidak meluas ke Lebanon, Tepi Barat, dan jalur pelayaran Laut Merah. Kondisi di Gaza juga semakin memprihatinkan, dengan tingkat kelaparan yang akan segera terjadi dan kasus kematian yang semakin banyak. Menurut PBB, perang selama tiga bulan tersebut telah menewaskan 22.600 warga Palestina dan hampir 58.000 orang terluka. Kurangnya gizi dan layanan kesehatan telah menciptakan ancaman bagi lebih dari 1,1 juta anak di Gaza.
Perdana Menteri Israel, Yoav Gallant, menguraikan rencana mengenai langkah Israel setelah perang berakhir. Namun, rencana ini menuai kecaman dari Amerika Serikat, PBB, dan beberapa negara Arab.
Menteri Luar Negeri AS, Antony Blinken, bertemu dengan pemimpin Turki dan Yunani untuk membahas upaya meredakan ketegangan di Timur Tengah. Ia juga dijadwalkan akan bertemu dengan Presiden Tayyip Erdogan dan akan mengunjungi negara-negara Arab, Israel, dan Tepi Barat. Salah satu kelompok Palestina, PLO, mengatakan bahwa masa depan Gaza harus ditentukan oleh rakyat Palestina, bukan oleh Israel.