Badan Usaha penjualan Bahan Bakar Minyak (BBM) non subsidi di Indonesia kembali melakukan perubahan harga produk BBM-nya per 1 Januari 2024. Sejatinya, penyesuaian harga BBM non subsidi tiap bulannya menjadi hak dari Badan usaha tersebut.
Sebagai contoh harga BBM Non subsidi PT Pertamina (Persero) jenis Pertamax di wilayah DKI Jakarta, kembali mengalami perubahan atau turun per 1 Januari 2024 menjadi Rp 12.950 per liter dari sebelumnya Rp 13.350 per liter di Desember lalu.
Sedangkan Pertamax Turbo turun menjadi Rp 14.400 per liter dari sebelumnya Rp 15.350 per liter, juga dexlite menjadi Rp 14.550 per liter dari Rp 15.550 per liter. Hal yang sama juga berlaku pada Pertamina Dex yang harganya turun dari Rp 16.200 per liter menjadi Rp 15.100 per liter. Terakhir ada Pertamax Green 95 yang juga turun harga dari Rp 14.900 per liter menjadi Rp 13.900 per liter.
Sekretaris Eksekutif Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia (YLKI), Sri Wahyuni mengatakan, pembentukan dan penetapan harga BBM non subsidi dipengaruhi oleh beberapa faktor, salah satunya pergerakan harga minyak mentah dunia, dengan begitu badan usaha penjual BBM non subsidi berhak mengikuti menyesuaikan harga BBM sesuai harga pasar dengan memberitahu pemerintah.
“Karena memang harga BBM non subsidi mengacu pada harga minyak mentah dunia, dan menjadi hak operator untuk menentukan harganya, walau tetap ada pemberitahuan pada regulator,” kata Sri Wahyuni, dikutip Senin (2/1/2024).
Penetapan harga BBM non subsidi telah diatur pada Keputusan Menteri (Kepmen) ESDM No. 245.K/MG.01/MEM.M/2022 sebagai perubahan atas Kepmen No. 62 K/12/MEM/2020 tentang Formula Harga Dasar Dalam Perhitungan Harga Jual Eceran Jenis Bahan Bakar Minyak Umum Jenis Bensin dan Minyak Solar yang Disalurkan Melalui Stasiun Pengisian Bahan Bakar Umum.
Salah satu poin di dalam beleid itu adalah penyesuaian harga BBM non subsidi bisa dilakukan menyesuaikan harga acuan. “Sudah ada regulasi yang mengatur penyesuaian harga yaitu Kepmen ESDM No. 245.K/ MG.01/MEM.M/2022 bahwa BBM setiap bulannya akan mengalami penyesuaian sesuai harga pasar,” ujar Sri Wahyuni.
Menurut Sri Wahyuni, untuk saat ini masyarakat sudah mulai terbiasa dengan fluktuasi harga BBM non subsidi yang mengikuti perkembangan harga minyak dunia. Namun, pihak SPBU sebagai penyalur yang bersentuhan langsung dengan masyarakat tetap perlu melakukan sosialisasi. “Nah seharusnya di SPBU dipasang informasi tersebut melalui spanduk supaya masyarakat paham,” tutur Sri Wahyuni.
Dengan sudah jelasnya payung hukum dalam penetapan perubahan harga jual BBM non subsidi oleh badan usaha yang sesuai mekanisme pasar, sebaiknya tidak ada pihak yang politisasi keputusan perubahan harga tersebut.
Dia pun menegaskan, perubahan harga BBM non subsidi tersebut berbeda dengan penetapan harga BBM subsidi yang keputusannya berada di tangah pemerintah. “Seharusnya tidak ada politisasi, karena sudah ada BBM subsidi seperti pertalite dan solar, karena merupakan BBM subsidi, kebijakan harganya ditentukan oleh pemerintah dan volume penggunaannya jauh lebih banyak,” ungkap dia.
Sri Wahyuni pun menilai saat ini badan usaha telah berlaku transparan, dia mencontohkan pada berapa periode terakhir telah terjadi penurunan harga BBM non subsidi seiring dengan penurunan harga minyak dunia.
Dia pun mengingatkan agar badan usaha menyampaikan informasi setiap ada ya perubahan harga BBM non subsidi. “Sebagai hak atas informasi bagi konsumen, naik turunnya harga BBM non subsidi harus disampaikan pada konsumen,” terang dia.