Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) menggemakan pentingnya eliminasi lemak trans industri di Indonesia. Penelitian terbaru WHO di Indonesia menemukan bahwa masih banyak makanan yang tinggi akan lemak trans dan masih beredar dengan bebas.
Penelitian WHO di Jakarta dan Bogor pada tahun 2023 mengambil 130 sampel makanan dari 4 kategori berbeda, yaitu lemak dan minyak, margarin dan selai, makanan kemasan, dan makanan siap saji. Penelitian ini dilakukan karena meningkatnya risiko serangan jantung dan kematian akibat penyakit jantung koroner, yang salah satunya disebabkan oleh konsumsi lemak trans.
Menurut Lubna Bhatti, Team Leader Penyakit Tidak Menular dan Populasi Yang Lebih Sehat WHO Indonesia, penyakit tidak menular menyebabkan 73% kematian total di Indonesia, dengan penyakit jantung sebagai salah satunya. Hasil penelitian menunjukkan bahwa 11 dari 130 sampel makanan memiliki kandungan lemak trans di atas 2% dari total lemak, padahal WHO merekomendasikan agar makanan hanya mengandung lemak trans kurang dari 2%.
Makanan yang tinggi lemak trans ditemukan pada produk konsumsi sehari-hari seperti biskuit, wafer, bolu, pastri, martabak, dan roti maryam. Selain itu, bahan makanan seperti mentega putih atau shortening dan campuran margarin dan mentega juga memiliki kandungan lemak trans yang tinggi.
Pencemar lemak trans tertinggi berasal dari campuran margarin dan mentega yang merupakan produk impor, dengan kandungan 22,68 gram ALT atau 10 kali lipat lebih tinggi dari rekomendasi WHO. Ini menunjukkan pentingnya pengawasan dan regulasi yang ketat terhadap kandungan lemak trans dalam makanan yang beredar di Indonesia.