Selama 10 tahun terakhir periode 2014-2023 utang Pemerintah Pusat menunjukkan tren kenaikan yang signifikan.
Wakil Rektor II Universitas Paramadina, Handi Risza, menjelaskan pada awal kepemimpinan Presiden Jokowi periode pertama, utang yang diwariskan Presiden sebelumnya yakni Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) sebesar Rp2.608 triliun. Namun, menjelang akhir Pemerintahan Jokowi periode kedua kini utang mencapai Rp8.041 triliun.
Bahkan, jika digabung dengan utang BUMN, maka utang negara Indonesia bisa mencapai Rp10.000 triliun. Handi pun memprediksi akan terjadi peningkatan utang menjelang berakhirnya kepemimpinan Presiden Jokowi di tahun 2024 ini.
“Bisa jadi diprediksi bisa membengkak. Bahkan kalau kita gabung dengan utang BUMN nilainya bisa di atas Rp10.000 triliun,” ujar Handi.
Puncak kenaikan terjadi ketika pandemi covid-19, di mana Pemerintah memerlukan anggaran untuk penanganan dampak pandemi baik dari segi kesehatan hingga sosial.
“Puncaknya ketika kita terkena covid 2020-2021, pertumbuhan utang kita mencapai 27,02 persen, karena ada biaya yang kita tanggung. Selain itu juga pembiayaan untuk membiayai PEN, itu juga membuat utang kita cukup membengkak,” kata Handi.
Namun pertumbuhan utang tersebut juga menunjukkan tren penurunan pada dua tahun terakhir periode 2022-2023. Tercatat tren pertumbuhan utang pada 2022 tercatat 7,7 persen dan tahun 2023 sebesar 3,96 persen. Sedangkan pada 2020 tembus 27,02 persen, dan tahun 2021 utang tumbuh 20,9 persen.
“Tapi dalam dua tahun terakhir sudah mengalami penyusutan, mungkin gara-gara menjelang pemilu angkanya dibuat lebih baik dulu, sehingga terkesan neracanya lebih baiklah turun nilainya,” pungkasnya.
Reporter: Alma Fikhasari
Sumber: Merdeka.com