Kamis, 28 Maret 2024 – 19:17 WIB
Jakarta – Badan Reserse Kriminal atau Bareskrim Polri berhasil membongkar kasus Bahan Bakar Minyak (BBM) palsu. Para pelaku dalam aksi kriminalnya mengubah bensin Pertalite menjadi Pertamax.
Direktur Tindak Pidana Tertentu Bareskrim Polri Brigjen Nunung Syaifudin mengatakan pihaknya dalam kasus itu mengamankan sindikat yang berjumah total lima orang dan sudah ditetapkan sebagai tersangka. Salah satu tersangka adalah pengelola Stasiun Pengisian Bahan Bakar (SPBU).
“Saudara RHS (49) selaku pengelola SPBU. Kemudian, saudara AP (37) sebagai manajer di SPBU. Demikian juga dengan saudara DM (41) selaku manajer juga. Dan, yang pengawas ada dua, saudara RY (24) dan saudara AH (26),” kata Nunung dalam konferensi pers di Jakarta, Kamis, 28 Maret 2024.
Nunung menjelaskan kronologi penangkapan lima tersangka itu berawal dari RHS dan AP. Kata dia, keduanya dibekuk pada 7 Maret 2024. Dua pelaku merupakan pengelola dan manajer dari SPBU yang ada di Kecamatan Karang Tengah, Kota Tangerang, serta SPBU di Kecamatan Pinang, Kota Tangerang, Banten.
“Kita kembangkan pada hari Senin, 25 Maret 2024. Kita lakukan lagi penindakan terhadap SPBU yang ada di Kebon Jeruk, Jakarta Barat, serta SPBU yang ada di Cimanggis, Kota Depok,” ujar Nunung.
Nunung menuturkan modus operandi dari lima tersangka ialah dengan mencampurkan bahan pewarna ke bensin Pertalite. Dengan cara itu, Pertalite akan merubah warna menyerupai bensin Pertamax. Saat dijual, kelicikan pelaku ini memasang banderol harga Pertamax.
Dalam kasus Pertamax palsu ini, polisi total menyita barang bukti dari tiga SPBU yakni 29.046 liter BBM di 4 tangki pendam SPBU tersebut. Selain itu, polisi juga menyita sejumlah pewarna dari SPBU tersebut.
“Selain itu kita juga mengamankan dokumen-dokumen pemesanan atau DO dan penjualan BBM, beberapa alat komunikasi, uang hasil penjualan BBM dengan total 111.552.000,” tuturnya.
Atas perbuatannya, para tersangka dijerat pasal 5 juncto pasal 28 ayat 1 Undang-undang Nomor 2002 tahun 2001 tentang minyak dan gas bumi sebagaimana telah dirubah dengan undang-undang Nomor 6 Tahun 2023 tentang penetapan peraturan pemerintah pengganti undang-undang nomor 2 tahun 2002 tentang cipta kerja menjadi undang-undang dapat dipidana penjara paling lama 6 tahun dan denda paling tinggi Rp60 miliar.
Lalu, pasal kedua adalah pasal 62 ayat 1 juncto pasal 8 ayat 1 huruf A undang-undang Nomor 8 tahun 99 tentang perlindungan konsumen, pelaku usaha dilarang memproduksi dan atau memperdagangkan barang dan jasa, tak mematuhi atau tak sesuai dengan standar yang dipersyaratkan dalam peraturan perundang-undangan, dapat dipidana penjara paling lama 5 tahun dan denda paling banyak Rp2 miliar.