Selasa, 7 November 2023 – 17:46 WIB
Jakarta – Edi Darmawan Salihin, yang merupakan ayah dari almarhum Wayan Mirna Salihin, dilaporkan ke Polda Metro Jaya oleh 38 eks pegawainya.
Laporan tersebut terdaftar dalam LP/B/5743/IX/2023/SPKT/POLDA METRO JAYA, tanggal 26 September 2023, dengan pelapor Wartono yang mewakili rekan-rekan dari PT. FICC. Laporan tersebut dibuat karena mereka menuntut uang pesangon sebesar Rp 3,5 miliar.
“Saya bekerja sudah 21 tahun, sebagai kurir bagian lapangan. Awalnya perusahaan berjalan lancar, penggajian juga lancar sampai beberapa tahun. Kami juga seperti keluarga di kantor,” ucap Wartono salah satu dari mereka di Markas Polda Metro Jaya, Selasa 7 November 2023.
Namun, segalanya berubah sejak kasus kopi sianida menimpa Mirna. Mulai tahun 2017, gaji para karyawan PT FICC dengan Edi Darmawan Salihin sebagai direktur utama terhenti.
“Saya juga sempat menegur pak Edi. ‘Pak ini cara penggajian seperti ini, karyawan tidak bisa makan, ada yang harus mencicil motor, ada juga yang rumah’. Pak Edi sendiri sempat bilang ‘Nanti dalam 3 bulan akan lancar kembali’. Namun ternyata sampai 3 bulan berlalu, penggajian tetap tidak normal. Sampai pada puncaknya, pada Februari 2018, kantor ditutup dan tidak ada kegiatan lagi,” katanya.
Wartono mengatakan bahwa sejak saat itu, mereka yang bekerja sebagai kurir bersama dengan karyawan lainnya tidak mendapatkan itikad baik dari perusahaan. Perusahaan tiba-tiba tutup tanpa ada kejelasan mengenai nasib dan hak mereka.
“Kami berharap ada kekeluargaan, ‘saya punya ini, kita bagi-bagi’. ‘Saya terima, tidak perlu menuntut Rp 3,5 M, yang penting ada inisiatif baik dari bos. Tapi sampai saat ini tidak ada,” ujarnya.
Pengacara para karyawan, Manganju Simanulang, menambahkan bahwa alasan klien-kliennya melaporkan pidana ini karena semua upaya melalui mekanisme perdata peradilan industrial sudah dilakukan tetapi tidak ada respons. Menurutnya, sejak tahun 2018 sudah ada putusan Pengadilan Hubungan Industrial pada Pengadilan Negeri Jakarta Pusat yang memutuskan agar PT FICC membayar Rp 3,5 miliar kepada 38 karyawan.
“Negara kita adalah negara hukum. Kami sudah mengikuti mekanisme pengadilan hubungan industrial, tetapi perusahaan tetap tidak bergeming. Maka kami mencari upaya hukum pidana. Kami membuat laporan pidana melaporkan para direksi. Seperti yang kita ketahui, perusahaan ini memiliki 4 pemegang saham. Kami melapor semua. Kami laporkan komisarisnya, direktur utamanya, direktur yang lain juga kami laporkan,” ucapnya.
Lebih lanjut, dia mengatakan bahwa keempat direksi yang dilaporkan adalah Edi Darmawan Salihin sebagai Direktur Utama, MSS sebagai Komisaris, NKS sebagai Direktur, dan FS sebagai pimpinan perusahaan.
“Yang menarik adalah UU Ciptaker kita yang sekarang, yaitu UU Nomor 6 tahun 2023. Di dalamnya tertera dengan jelas dalam Pasal 185 jo Pasal 156, ayat 1, 2, 3, dan 4, bahwa pengusaha yang tidak membayar pesangon merupakan tindak pidana dan kejahatan. Ancaman hukumannya minimal 1 tahun dan maksimal 4 tahun. Itulah yang kami kejar,” tambahnya.