Surabaya – Penyidik Kepolisian Resor Pelabuhan Tanjung Perak Surabaya, Jawa Timur, menetapkan AFS (19 tahun), A (23), dan AB sebagai tersangka dalam kasus pengeroyokan terhadap AH (21).
Korban AH adalah pacar dari salah satu tersangka tersebut. AH dikeroyok karena menolak menggugurkan kandungan alias aborsi. Ketiga tersangka, AFS, warga Kabupaten Sampang, Madura Jawa Timur, dan A, warga Kabupaten Bangkalan, sudah ditahan. Sementara AB, juga warga Sampang, kini dalam pengejaran karena buron.
“[AB] masih menjadi DPO,” kata Kepala Satuan Reserse Kriminal Polres Pelabuhan Tanjung Perak, Inspektur Polisi Satu M Prasetya, Rabu, 1 November 2023.
Dia menjelaskan, peristiwa pengeroyokan itu terjadi pada Minggu, 22 Oktober 2023 sekitar pukul 23.00 WIB.
Kronologis Pengeroyokan
Mulanya, korban menghubungi pacarnya, AFS, dan memberitahukan bahwa dirinya saat ini tengah hamil. Korban meminta pertanggungjawaban. Keduanya lalu sepakat bertemu di kawasan Jembatan Suramadu, Kecamatan Kenjeran, Surabaya.
Dari Madura, AFS mengajak A dan AB meluncur ke Surabaya dengan menunggangi mobil Calya warna putih. Mereka tiba di lokasi dan bertemu korban sekitar pukul 16.00 WIB.
“Lalu korban disuruh masuk ke dalam mobil oleh pelaku untuk membicarakan masalah kehamilan korban,” kata Iptu Prasetya.
Di dalam mobil, korban dipaksa menenggak pil KB. Karena korban tidak mau, lalu terjadi cekcok. Tersangka emosi dan menganiaya korban. Tak dinyana, aksi pengeroyokan itu viral di media sosial karena direkam warga. Awalnya, warga mengira AH merupakan korban perkosaan. Ternyata, ia dikeroyok karena menolak melakukan aborsi.
Tidak terima diperlakukan demikian, AH kemudian melaporkan apa yang dialaminya ke polisi pada Senin, 23 Oktober 2023. Polisi pun menindaklanjuti itu dan akhirnya berhasil menangkap AFS dan A. Sementara AB buron. Setelah cukup bukti, penyidik menetapkan ketiganya sebagai tersangka.
Namun, lanjut Prasetya, di tengah-tengah itu korban justru berniat mencabut laporan. Korban meminta agar kasus tersebut diselesaikan melalui jalur restorative justice.
“Alasan kenapa perkara ini melalui restorative justice dapat disampaikan oleh korban,” kata Prasetya.
AH mengatakan, pihaknya mencabut laporan dan mengajukan restorative justice karena para tersangka sudah menyesal telah menganiaya dirinya. Apalagi, AFS dan keluarganya sudah meminta maaf dan AH dan keluarganya juga memaafkan. Kedua belah pihak sepakat berdamai.
AH juga mengaku AFS sudah bertanggungjawab. AFS sudah menikahi AH secara resmi di Kantor Urusan Agam (KUA).
“Sudah melakukan pernikahan,” ujarnya.