Krisis politik di Prancis semakin dalam setelah Perdana Menteri (PM) Sebastien Lecornu dan seluruh kabinetnya mengundurkan diri pada Senin, hanya beberapa jam setelah kabinet resmi diumumkan. Pemerintahan ini tercatat sebagai yang tersingkat dalam sejarah modern Prancis, di mana Lecornu bertahan sebagai PM selama 27 hari dan pemerintahannya hanya bertahan selama 14 jam. Pengunduran diri yang cepat ini langsung mengguncang pasar keuangan, dengan Indeks saham Paris, CAC 40, turun 2%, dan mata uang Euro tergelincir 0,7%.
Sebab dari pengunduran diri PM ini adalah karena kondisi parlemen yang terpecah belah, di mana politisi tidak mau berkompromi. Lecornu menyalahkan “ego” para politisi oposisi yang terlalu teguh pada manifesto partai mereka dan menolak kompromi. Di sisi lain, anggota koalisi minoritasnya juga dinilai lebih fokus pada ambisi presidensial pribadi daripada kepentingan negara. Pemicu utama krisis ini adalah susunan kabinet baru yang dianggap terlalu condong ke kanan oleh sebagian pihak.
Instabilitas politik ini menjadi sentimen negatif bagi pasar, dengan analis menyoroti masalah fundamental ekonomi Prancis yang semakin diperparah oleh krisis pemerintahan. Saat ini, utang Prancis telah mencapai 113,9% dari PDB, dengan defisit anggaran hampir dua kali lipat batas yang ditetapkan UE. Langkah pengunduran diri PM ini disambut dengan seruan dari oposisi untuk membubarkan parlemen dan mengadakan pemilu dini. Pemimpin sayap kanan dan kiri menyerukan langkah tersebut, menunjukkan bahwa krisis politik di Prancis semakin kompleks.





