Tim ilmuwan di Tiongkok telah menggunakan pendekatan unik dalam melacak populasi pesut tanpa sirip Sungai Yangtze yang langka dengan menganalisis puisi-puisi kuno berusia 1.400 tahun. Hasil analisis menunjukkan bahwa habitat pesut tanpa sirip Yangtze telah menyusut setidaknya 65 persen, dengan penurunan signifikan terjadi dalam 100 tahun terakhir. Temuan ini, yang dipublikasikan dalam jurnal Cell Press, Current Biology, pada 5 Mei 2025, menghubungkan keanekaragaman hayati dengan warisan budaya Tiongkok selama hampir dua milenium.
Dalam wawancara yang dilansir dari Popular Science, salah satu penulis studi, Zhigang Mei, menjelaskan bahwa konservasi keanekaragaman hayati membutuhkan pola pikir yang menggabungkan seni dan ilmu pengetahuan. Mei, yang tumbuh di sepanjang Sungai Yangtze, mengingat bagaimana pesut dianggap sebagai makhluk spiritual yang memiliki kedekatan dengan alam. Sungai Yangtze sendiri menjadi simbol kehidupan dan inspirasi bagi banyak penyair, termasuk Kaisar Qianlong dari Dinasti Qing. Pesut tanpa sirip Yangtze, satu-satunya jenis pesut air tawar yang diketahui di dunia, memiliki peran penting dalam ekosistem sungai terpanjang di Asia.
Menyadari pentingnya perlindungan terhadap pesut tanpa sirip Yangtze, ilmuwan memadukan pengetahuan ilmiah dengan warisan budaya untuk menemukan cara yang efektif dalam melacak populasi mamalia langka ini. Dengan demikian, keterlibatan masyarakat dan pelestarian nilai-nilai tradisional dapat menjadi kunci dalam menjaga keberlanjutan spesies ini. Sungai Yangtze bukan hanya menjadi sumber kehidupan bagi flora dan fauna di sekitarnya, tetapi juga menjadi penanda sejarah dan kehidupan spiritual bagi masyarakat Tiongkok selama berabad-abad. Melalui kolaborasi antara ilmu pengetahuan dan budaya, upaya konservasi keanekaragaman hayati dapat menjadi lebih holistik dan berkelanjutan.