Kejahatan siber adalah masalah serius yang dapat mengancam individu maupun lembaga. Data dari Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kominfo) mengungkapkan bahwa kasus kejahatan siber meningkat secara signifikan di seluruh dunia, dari 40 persen pada tahun 2019 menjadi 77 persen pada tahun 2023.
Salah satu sektor bisnis yang rentan terhadap ancaman kejahatan siber adalah sektor keuangan. Hal ini disebabkan oleh banyaknya data sensitif keuangan yang dikendalikan oleh sektor ini, serta nilai transaksi yang tinggi.
Laporan Stabilitas Keuangan Global April 2024 dari Dana Moneter Internasional (IMF) menunjukkan bahwa hampir 20 persen dari risiko ancaman siber terhadap sektor keuangan menargetkan lembaga keuangan, terutama bank.
Ancaman siber terhadap bank dapat berupa serangan phishing, ransomware, DDoS (Denial of Service), serta pencurian data sensitif. Deputi Gubernur Bank Indonesia, Juda Agung, mengatakan bahwa dampak serangan siber terhadap sektor perbankan sangat signifikan.
Serangan siber dapat mengganggu layanan keuangan yang disediakan oleh lembaga keuangan dan mengganggu integritas sistem keuangan. Pencurian dan manipulasi data juga dapat menyebabkan kehilangan kepercayaan masyarakat terhadap lembaga keuangan serta kerugian finansial bagi lembaga dan nasabahnya.
Perusahaan penyedia layanan keamanan siber, Spentera, menekankan bahwa tingginya tingkat eksposur serangan siber terhadap bank menuntut penguatan keamanan siber yang efektif. Spentera juga menyebutkan bahwa ancaman terhadap aplikasi perbankan juga perlu mendapat perhatian serius.
Selain itu, video di atas memberikan informasi mengenai ransomware, jenis malware yang meminta tebusan untuk mengembalikan akses terenkripsi. Penyebarannya bisa melalui email phishing atau eksploitasi kelemahan keamanan.