Dia menceritakan, pada zaman orde baru, mayoritas penguasa adalah kader Golkar. Dari situ, Golkar seakan menjadi syarat penting bagi siapa pun pengusaha yang ingin bergabung ke dalam sebuah asosiasi.
“Jika seseorang menjadi pengurus, para pengurus asosiasi tersebut jika bukan kader Golkar tidak dapat duduk di dalam asosiasi,” ungkapnya.
Ridwan juga mengilustrasikan perjalanan karirnya sendiri. Ketika itu, dia bergabung dengan Himpunan Pengusaha Muda Indonesia (Hipmi). Ridwan mulai sebagai pengurus Hipmi Jawa Timur, hingga akhirnya menjabat sebagai ketua Umum.
“Pada masa itu, zaman Jokowi juga di Solo Raya. Jadi Jokowi menjadi Ketua Asmindo, Asosiasi Mabel Indonesia tahun 1997-2002. Pada tahun 1997 itu masih zaman orde baru, makanya dia bisa menjadi Ketua, karena dia dari Golakr,” jelasnya.
Ketika Jokowi menjadi anggota, Asmindo dipimpin oleh Bob Hasan. Seorang pengusaha terkenal yang dikenal dengan sebutan raja hutan di era Soeharto.
“Pada saat itu, di Pusat, Asmindo itu Mabel, Ketua Umumnya adalah Bob Hasan. Bob Hasan adalah pengurus DPP Partai Golkar, orang kaya saat ini yang memiliki pabrik kertas, yang kemudian dipegang oleh Prabowo. Sekarang tanahnya menjadi IKN, di Kalimantan Timur, itu tanahnya Bob Hasan,” ungkap Ridwan.
Ridwan melanjutkan, dengan situasi seperti ini, tidak mungkin pengurus DPP Golkar menunjuk pejabat struktural organisasi jika bukan berasal dari partai yang sama.