Home Politik Adu Kuat Hak Angket Kecurangan Pemilu 2024: Kemanakah Akan Berujung?

Adu Kuat Hak Angket Kecurangan Pemilu 2024: Kemanakah Akan Berujung?

Pengamat Politik dari Universitas Al-Azhar Ujang Komarudin menilai realisasi hak angket bakal sulit. Dia pesimis usulan hak angket dibawa ke sidang paripurna pada 5 Maret 2024 mendatang usai masa reses. Ujang menilai, hanya muncul riak-riak saja jelang masa reses DPR berakhir.

“Saya sih meyakini agak berat agak sulit, akan layu sebelum berkembang seandainya nanti masuk setelah reses tanggal 5 itu mungkin akan ada riak-riak, akan muncul desakan dadakan,” kata Ujang.

Ujang menambahkan, proses teknis hak angket memakan waktu sangat panjang di DPR. Dia meyakini, rencana itu bakal gembos ditengah jalan.

Menurutnya, Presiden Joko Widodo (Jokowi) juga tidak akan diam saja melihat bergulirnya isu hak angket ini.

“Jadi saya melihat hak angket akan gembos di tengah jalan, bisa saja layu sebelum berkembang, kalau soal 5 Maret masa sidang DPR kalau wacana itu muncul kemungkinan muncul, kemungkinan wacananya ada, tapi apakah bisa direalisasikan saya meyakini berat agak sulit,” ucapnya.

“Jokowi pun sebagai presiden tidak akan diam, sama koalisi pendukung pemerintah,” kata Ujang.

Sementara itu, Pengamat politik Dedi Kurnia Syah menilai, tujuan digulirkannya hak angket ini hanya satu yakni pemakzulan Presiden Joko Widodo (Jokowi).

“Hak angket sasarannya pemakzulan Presiden Jokowi, sebab hasil pemilu tidak bisa diubah,” kata Dedi.

Menurut Dedi, pemenang pemilu yang sudah ditetapkan Komisi Pemilihan Umum (KPU), akan tetap menjadi pemenang. Sebab pengajuan hak angket ini tidak merambah pada wilayah teknis pemilu.

Hak angket ini akan menyelidiki apakah presiden melanggar undang-undang atau tidak. “Bagaimana presiden mengintervensi pemilu dan penyalahgunaan kewenangan presiden sebagai kepala negara,” ujar Dedi.

Misalnya, masalah Presiden Jokowi yang tidak membicarakan penambahan anggaran bansos di masa kampanye yang jelas-jelas melanggar undang-undang. Kemudian, Jokowi yang mengadakan rapat paripurna membahas program makan siang gratis Prabowo-Gibran. “Itu juga tidak ada dalam rancangan kerja presiden, pelanggaran UU sangat besar,” lanjutnya.

Menurut Dedi, hak angket ini akan menentukan apakah Presiden Jokowi turun dari jabatannya sebagai presiden dengan terhormat atau tidak.

“Apakah dia lengser dengan pemakzulan atau soft landing secara status kan berbeda. Kalau dia turun karena pemakzulan berarti dia kriminal negara karena melanggar UU. Kalau soft landing, dimakzulkan setelah dia turun itu beda soal. Tapi apapun itu, hak angket tetap perlu, sebagai kepastian hukum,” ujar Dedi.

Dedi menilai, hak angket ini akan terealisasi jika pertemuan Ketua Umum Nasdem Surya Paloh dan Presiden Jokowi tidak mengubah arah politik.

“Efektif kalau Nasdem bergabung tapi akan sia-sia kalau Nasdem tidak akan bergabung. Tapi kalau membaca statement Nasdem, saya kira akan tetap konsisten di luar pemerintahan,” kata dia.

Diketahui, partai politik di DPR yang kontra terhadap kebijakan pemerintah lebih besar ketimbang yang mendukung pemerintah. Mereka yaitu PDIP, PKS, PKB, Nasdem, dan PPP.

“Tapi PPP tidak memiliki pendirian politik, bisa saja PPP tidak ikut hak angket,” tandas Dedi.

Source link

Exit mobile version