Home Berita Mengapa Ekonomi Stagnan Meskipun Investasi Banyak di Era Jokowi?

Mengapa Ekonomi Stagnan Meskipun Investasi Banyak di Era Jokowi?

Tim nasional pemenangan pasangan calon presiden dan wakil presiden nomor urut 1 Anies Baswedan-Muhaimin Iskandar (Timnas AMIN) mempertanyakan keabsahan teori yang menyatakan investasi besar mendongkrak pertumbuhan ekonomi.

Pertanyaan ini muncul karena pada masa pemerintahan Presiden Joko Widodo, aliran investasi yang deras masuk ke dalam negeri nyatanya tak membuat pertumbuhan ekonomi Indonesia tumbuh kencang, melainkan terus menerus stagnan di level 5% sejak 2014 sampai kini.

“Karena apa? investasi sudah sepuluh tahun menjadi fokus utama tapi tidak mendongkrak pertumbuhan ekonomi, itu fakta,” kata Co-Captain Timnas AMIN, Thomas Lembong dalam program Your Money Your Vote CNBC Indonesia, dikutip Jumat (6/1/2023).

Sejak Bahlil Lahadalia menjabat sebagai Menteri Investasi atau Kepala BKPM, Tom Lembong mengatakan, berbagai perusahaan besar pun sudah masuk ke Indonesia dan membawa uang puluhan miliar dolar untuk investasi membangun industri di dalam negeri.

“saya ingat di periode pertama sebagai menteri investasi, kita berhasil cukup banyak mendatangkan investasi dari Lotte Chemical, dari Hyundai Motors, itu miliaran dolar. Kemudian kita tahu banget ada miliaran dolar bahkan puluhan miliar dolar masuk ke sektor nikel,” tegasnya.

Realisasi investasi yang dicatat Kementerian Investasi/BKPM pun selalu mencapai di atas target pada masa Bahlil, dan nilainya tumbuh bahkan tembus ribuan triliun. Pada 2019 senilai Rp 809,6 triliun, lalu 2020 menjadi Rp 826,3 triliun, 2021 Rp 901,2 triliun, dan 2022 tembus Rp 1.207,2 triliun.

“BKPM datanya menunjukkan bahwa investasi mengalir deras ya. Kalau memang jawabannya adalah investasi, kenapa selama sepuluh tahun ini pertumbuhan ekonomi enggak naik naik?” tutur Lembong.

“Enggak ada dampaknya kan, jadi ternyata investasi itu tidak deliver atau kita patut pertanyakan apakah memang benar bahwa kuncinya adalah investasi?” tegasnya.

Dalam rumus pertumbuhan ekonomi, investasi memang menjadi faktor pembilang, selain konsumsi, belanja pemerintah, serta ekspor dikurangi impor. Namun, Tom menekankan, yang menjadi masalah memang bukan nilai investasinya, melainkan investasi yang masuk tidak merata dan hanya padat modal.

“Karena fokus daripada investasi maupun kebijakan pemerintah itu hanya segelintir sektor, ya jadi fokusnya sangat sempit, hanya kepada sektor seperti infrastruktur, sektor yang padat modal, seperti smelter ya, dan kemudian pabrik baterai, dan pabrik pabrik mobil, terus terang aja padat modal juga,” ucapnya.

Ketika investasi yang masuk adalah padat modal, seperti investasi kendaraan listrik. Lembong mengatakan, perusahaan yang masuk dan hasil investasi itu tidak akan membutuhkan banyak pekerja karena yang bergerak adalah robot seluruhnya. Karena itu lapangan pekerjaan tidak banyak terbuka.

“Kalau kita mengunjungi sebuah pabrik mobil listrik itu yang kerja banyakan robot dan anda akan kaget, kalau pernah ke sebuah pabrik baterai atau pabrik mobil listrik ya. Jadi hemat kami ini menceritakan ketimpangan baru,” ungkap Tom.

Oleh sebab itu, dia menekankan pada masa pemerintahan AMIN nantinya jika menang Pilpres 2024, investasi akan turut diurus untuk sektor-sektor industri padat karya dan dianggap sunset industri oleh pemerintahan saat ini. Misalnya industri tekstil, sepatu, hingga industri mebel yang sangat padat karya.

“Sebagai satu contoh satu merek fashion dari Amerika saja itu mempekerjakan 600.000 pekerja Indonesia, di pabrik tekstil melalui 11 mitra manufaktur, tapi tidak diurus sama sekali, mereka ngeluh sama saya kita enggak dapat perhatian sama sekali, sementara saat saya di BKPM saya sangat prihatin dengan sektor-sektor seperti itu,” kata Tom.

Exit mobile version