Pemerintah Amerika Serikat kembali menjual senjata ke Israel tanpa persetujuan kongres. Penjualan senjata ke Israel dilakukan menggunakan keputusan darurat. Menteri Luar Negeri AS Antony Blinken mengatakan kepada Kongres bahwa pemerintah telah membuat keputusan darurat kedua dalam waktu kurang dari sebulan, untuk menjual senjata ke Israel. Penjualan senjata mencakup berbagai peralatan senilai US$ 147,5 juta ke Israel itu dilakukan di tengah semakin intensnya serangan Israel ke masyarakat Palestina di Jalur Gaza sejak 7 Oktober 2023 hingga kini.
“Mengingat mendesaknya kebutuhan pertahanan Israel, Blinken memberitahu Kongres bahwa dia telah menggunakan wewenang yang didelegasikannya untuk menentukan adanya keadaan darurat yang memerlukan persetujuan segera atas penjualan tersebut,” kata Departemen Luar Negeri AS, dilansir Al Jazeera, Sabtu (30/12/2023). “Amerika Serikat berkomitmen terhadap keamanan Israel, dan penting bagi kepentingan nasional AS untuk memastikan Israel mampu mempertahankan diri terhadap ancaman yang dihadapinya,” tulis Deplu AS.
Senjata itu dijual ke Israel dalam bentuk paket, meliputi barang-barang tambahan pendukung, termasuk sekring, pengisi daya, dan primer yang diperlukan Israel agar peluru 155mm yang telah dibeli sebelumnya dapat berfungsi. Laporan Al Jazeera dari Washington menyebutkan bahwa Israel juga akan membeli proyektil M107 155 mm, yang merupakan peluru artileri yang akan menyebabkan kehancuran luas di wilayah padat penduduk seperti Gaza. Pada 9 Desember, pemerintah membuat keputusan darurat lainnya untuk menyetujui penjualan hampir 14.000 butir amunisi tank senilai lebih dari US$106 juta ke Israel.
Keputusan darurat ini terjadi karena permintaan Biden untuk paket senilai US$106 miliar yang mencakup bantuan untuk Ukraina, Israel, dan kebutuhan keamanan nasional lainnya belum disetujui Kongres. Kongres terjebak dalam perdebatan mengenai kebijakan imigrasi dan keamanan perbatasan AS. Beberapa anggota parlemen Partai Demokrat menyarankan bantuan lebih lanjut yang signifikan kepada Israel harus didasari atas janji nyata pemerintahan Perdana Menteri Benjamin Netanyahu untuk mengurangi korban sipil di Gaza.
Lebih dari 21.000 warga Palestina kini telah terbunuh di Gaza yang terkepung sejak 7 Oktober, sebagian besar dari mereka adalah anak-anak dan perempuan. Ribuan orang lainnya dinyatakan hilang. Philippe Lazzarini, kepala Badan Bantuan dan Pekerjaan PBB untuk Pengungsi Palestina (UNRWA), mengatakan bahwa pihak berwenang Israel terus memberlakukan “pembatasan ketat” terhadap akses kemanusiaan meskipun ada pengiriman bantuan dari Mesir dan melalui penyeberangan Rafah. Sementara itu, Sekretaris Jenderal PBB Antonio Guterres kembali memperingatkan bahwa konflik Palestina-Israel dapat meluas ke wilayah lain jika tidak segera dihentikan.