Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Airlangga Hartarto mengatakan utang Indonesia yang bernilai sekitar Rp 8.000 triliun masih dalam taraf aman. Dia mengatakan jumlah utang itu masih di bawah 40% dari Produk Domestik Bruto Indonesia.
“Ya tentu kita lihat hutang kita tetap di bawah 40%, terendah dibandingkan negara maju yang bahkan di atas 100%, juga negara berkembang yang lain, jadi relatif ini masih prudent,” kata Airlangga di acara Seminar Nasional Outlook Perekonomian Indonesia, Jumat (22/12/2023).
Airlangga mengatakan persentase itu masih jauh di bawah regulasi. Dia mengatakan regulasi mengatur bahwa utang yang diperkenankan sebesar 60% dari PDB.
Sebelumnya, Bank Dunia merilis data terbaru terkait utang negara-negara berkembang. Laporan itu menyimpulkan posisi negara berkembang yang mungkin dapat terkena krisis karena utang.
Secara rinci, negara-negara berkembang mengeluarkan dana sebesar US$ 443,5 miliar (Rp 6.800 triliun) untuk melunasi utang publik dan jaminan publik mereka pada 2022. Peningkatan pengeluaran ini pun menggeser kebutuhan penting seperti kesehatan, pendidikan, dan lingkungan.
Pembayaran utang, termasuk pokok dan bunga, meningkat sebesar 5% dibandingkan dengan tahun sebelumnya di semua negara berkembang. Ini padahal terjadi saat era suku bunga tinggi menghantam dunia.
Pemerintah melalui Kementerian Keuangan (Kemenkeu) mengumumkan posisi utang Indonesia hingga akhir November 2023 sebesar Rp8.041,01 triliun. Naik tipis dibandingkan dengan bulan sebelumnya yang sebesar Rp7.950,52 triliun.
“Jumlah utang Pemerintah pada periode ini mencapai Rp8.041,01 triliun dengan rasio utang terhadap PDB 38,11%,” tulis Kemenkeu dalam buku APBN Kita.
Pemerintah memastikan rasio ini masih jauh dari ketetapan UU Nomor 1 tahun 2003 tentang Keuangan Negara yang mewajibkan rasio utang pemerintah adalah maksimal 60% dari PDB. Selain itu, rasio ini juga masih di bawah target yang telah ditetapkan melalui Strategi Pengelolaan Utang Jangka Menengah periode 2023-2026 di kisaran 40%.