Selasa, 7 November 2023 – 19:26 WIB
Jakarta – Edi Darmawan Salihin, ayah almarhum Wayan Mirna Salihin, membicarakan laporan puluhan mantan karyawannya.
Edi menilai, eks karyawan yang melaporkannya ke polisi hanya ingin meminta uang lagi. Padahal, dirinya sudah membagikan uang pesangon kepada seluruh karyawannya yang terkena pemutusan hubungan kerja (PHK).
“Karyawan kita 4.870, kalau 38 (nuntut) mau ngapain. Kenapa yang 4.700 sekiannya enggak ada yang ribut, emang itu boros saja pakai duitnya dari pesangonnya habis terus mau minta lagi,” kata dia kepada wartawan, Selasa 7 November 2023.
Dirinya mengatakan, eks karyawannya hanya ingin meminta uang tambahan semata. Bukan tidak mungkin hal itu karena melihat aset miliknya yang masih banyak sehingga para pelapor diduga mau meminta tambahan.
“Emang itu orang-orang lama, cuman kita sudah ngasih gede-gede dia, emang dasar boros aja pakai duitnya,” ujarnya.
Edi menegaskan, sempat mengirim beberapa bukti sebagai proses pembayaran uang pesangon kepada para eks karyawannya di PT FICC. Kata dia, bukan tidak mungkin upaya pelaporan terhadapnya lantaran melihat lagi kopi sianida yang ramai di masyarakat.
“Ini orang mau nimbrung-nimbrung saja, ada kasus anak saya jadi panjang. Mau bikin permalukan saya lah gitu kira-kira,” katanya lagi.
Sebelumnya diberitakan, Edi Darmawan Salihin yang merupakan ayah dari almarhum Wayan Mirna Salihin dilaporkan ke Polda Metro Jaya oleh sebanyak 38 eks pegawainya.
Laporan terdaftar dalam LP/B/5743/IX/2023/SPKT/POLDA METRO JAYA, 26 September 2023 dengan pelapor Wartono yang mewakili rekan-rekan perusahaan PT. FICC. Laporan dibuat karena mereka menuntut uang pesangon dibayar sebesar Rp3,5 miliar.
“Saya bekerja sudah 21 tahun, kerja sebagai kurir bagian lapangan. Awalnya perusahaan lumayan lancar, penggajian lancar sampai beberapa tahun. teman -teman kantor juga kekeluargaan,” ucap Wartono salag satu dari mereka di Markas Polda Metro Jaya, Selasa 7 November 2023.
Kata dia, semua berubah senjak kasus kopi sianida menimpa Mirna. Memasuki tahun 2017, gaji karyawan PT FICC dengan Edi Darmawan Salihin selaku direktur utama, tersendat.
“Saya juga sempat negor pak Edi. ‘Pak ini kalau cara penggajian begini, karyawan gak bisa makan, ada yang nyicil motor ada yang rumah juga’. Pak Edi sendiri sempat bilang ‘Entar 3 bulan kemudian akan lancar kembali’. Tiga bulan lewat tetap juga begitu sampai hampir setahun kurang lebih delapan bulan penggajian gak normal. Sampai puncaknya PHK besar besaran 2018, Februari 21 kantor sudah tutup nggak ada kegiatan,” katanya.
Wartono mengaku, mulai saat itu mereka yang bekerja sebagai kurir bersama karyawan lain belum mendapatkan itikad baik dari pihak perusahaan. Perusahaan tiba-tiba tutup tanpa ada kejelasan nasib dan hak mereka.
“Misalnya ayo kita kekeluargaan, ‘aku punya segini kamu bagi-bagi. ‘Aku terima, nggak harus kita menuntut Rp3,5 M, yang penting ada inisiatif baik dari bos gitu, tapi sampai saat ini enggak ada,” ujarnya.